Viewing phenomenons from other side

Selasa, 18 Juni 2019

THE STORY OF THE CONVERTS : MARYAM JAMEELAH



A. Biografi
Maryam Jameelah adalah seorang mualaf yang lahir pada tanggal 23 Mei 1934, di New York, Amerika Serikat. Dia berasal dari keluarga Yahudi Amerika yang dibesarkan di Westchester, kota kecil yang makmur di daerah kota pinggiran New York. Sebelum masuk Islam ia bernama Margaret Marcus. Ayahnya Herbert S. Marcus adalah seorang pengusaha, dia memanggil Margaret kecil dengan panggilan Peggy. Maryam Jameelah adalah seorang pemikir dari keluarga Yahudi yang dibesarkan dalam masyarakat multinasional, New York, di era gencarnya tuntutan emansipasi wanita di Barat.[1][1]

Maryam sejak kecil suka mendengarkan musik, khususnya musik simponi dan opera klasik. Dikelas dia selalu mendapat nilai tertinggi dalam pelajaran musik. Menariknya dia senang mendengarkan musik-musik Arab lewat radio. Suatu ketika dia meminta kepada ibunya dibelikan rekaman musik Arab di toko milik orang Suria yang ada di New York. Mungkin kesenangannya dengan musik membuat dia selalu haus mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Di masa kecilnya, dia biasa duduk di depan masjid New York menikmati lantunan tilawah Abdul Basit[2][2].

Maryam merasa ada kemiripan bahasa antara musik Arab dan Al-Quran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih merdu. Ketika beranjak dewasa, barulah Maryam mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretense apapun terhadap agama ini. Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala itu.

Pada tahun keduanya, Maryam mengikuti mata kuliah Judaism in Islam (Yahudi dalam Islam) karena ingin mempelajari Islam secara formal. Setiap perkuliahan, sang dosen kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama, Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan inferioritas Islam dan umat Muslim.

Akan tetapi, Maryam tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dia menjelaskan bahwa semakin anti Islam materi yang dibacanya, semakin tinggi perasaannya ingin membuktikan kepada orang lain bahwa semua hanya kepalsuan dan kebencian.

Setelah mempelajari Islam secara intensif, kecintaannya kepada Islam justru semakin meningkat. Pada tanggal 24 mei 1961, Margaret Marcus menjadi Muslimah dengan membaca syahadat dan memakai nama Maryam Jameela. Ia masuk Islam di Islamic Mission di Broklin, New York dengan dituntun Syekh Daud Ahmad Faisal dan disaksikan Kadijah Faisal dan Balquis Muhammad[3][3]. Seperti tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginanya untuk masuk Islam sudah ada sejak tahun 1954, tapi keluarganya selalu menghalanginya. Mereka memperingatkan, “Orang-orang Muslim tidak bakal menerima kamu sebab kamu berasal dari rumpun Yahudi.” Tapi ternyata kata Maryam, “Itu semua tidak benar sebab setalah dia masuk Islam, orang-orang Muslim menyambutnya secara antusias.”

Karena ketidak cocokannya dengan budaya masyarakat Amerika dan keinginannya untuk mendapat pekerjaan, akhirnya pada tahun 1962 Maryam Jameelah merantau ke Pakistan atas undangan seorang tokoh penting, yaitu Abul Ala Mawdudi, pendiri Jamaah Islamiyah. Di rumah Mawdudi itulah dia tinggal setelah sampai di Pakistan, dan pada tahun 1963 dia kemudian menikah dengan Mohammad Yusuf Khan, seorang tokoh Jamaah Islamiyah. Ia menjadi istri kedua, dan dari pernikahannya ia mempunyai empat anak[4][4].

Sejak sebelum pindah ke Pakistan, Maryam juga tertarik pada ajaran Hasan al-Banna dan Sayyid Qutb, dan sempat berkorespondensi dengan Sayyid Qutb lewat Amina, saudara perempuan Qutb. Dalam kerangka orientasi pemikiran Islam politis semacam itulah Maryam Jameelah memaknai keislamannya, yang kemudian diekspresikan lewat tulisan-tulisan yang diterbitkannya.

Setelah menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh, termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham dan ideologi Jamaati Islami. Maryam Jameelah meninggal pada tanggal 31 Oktober 2012 di Lahore, kira-kira setahun setelah biografi The Convert diterbitkan.

B. Tulisan-Tulisan Maryam Jameelah
Maryam Jameelah termasuk muslimah yang produktif. Berbagai karya telah dihasilkan dan disebarkan ke seluruh penjusu dunia, sebagian besar dalam bahasa Inggris tetapi sering diterjemahkan kedalam bahasa-bahasa Negara Muslim. Diantara karya-karyanya adalah[5][5]:

1. Islam dan Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life.
2. Islam and Orientalis.
3. Islam in Theory and Practice.
4. Islam and the Muslim Women today.
5. Correspondence Between Abi-A’ala Al-Maudoodi and Maryam Jameelah

C. Pemikiran-Pemikiran Maryam Jameelah
Sebagai seorang sahabat dan murid al-Maududi, pemikiran Maryam tidak berbeda banyak dengan pikiran gurunya. Didalam tulisan-tulisannya dia banyak mengkritik para Modernis baik dari kalangan Islam sendiri maupun Barat, yang menurutnya bersebrangan dengan tradisi ajaran Islam.
Adapun diantara tumpahan-tumpahan pemikiran Maryam Jameela adalah sebagai berikut:

1. Islam dan Modernisasi/Masyarakat Barat
Banyak dari tulisan Maryam Jameelah ditujukan melawan pengaruh kuat Barat terhadap masyarakat-masyarakat muslim serta masalah reformasi Islam. Reaksinnya terhadap kehidupan Barat modern sangat mempengaruhi sikapnya terhadap semua bentuk reformasi religius. Pada dasarnya ia seorang romantis, seorang tradisionalis yang kukuh menentang mereka yang merusakan pandangannya tentang “Islam Klasikal” atau mungkin lebih tepatnya, “tradisi Islam” (ia cenderung mengambil posisi yang sama berkaitan dengan agama-agama lain juga). Bagi Jameelah, masa lalu bukan untuk dikritik atau dimodifikasi dengan cara subtantif tetapi secara menyeluruh dirangkul. Ia percaya bahwa keseluruhan tradisi Islam adalah secarik kain yang utuh yang tidak bisa diubah.

Di dalam karyanya Islam and Modernis, Ia mengkritik para modernis muslim semuanya dicela dan dikutuk karena menjadi bid’ah maupun menjadi sekutu Kristen. Kritikan itu secara khusus ditujukan kepada Amir Ali (Muslim Sy’ah India, penulis The Spirit of Islam) dan Muhammad Abduh. Bagi Jameelah yang baginya Islam tradisional itu bener-bener cukup dan memenuh, Abduh sebagai alat penjajah Eropa karena membuka pintu asimilasi pemikiran dan budaya barat. Tidak jarang dia mengkritis kekerdilan mental seorang muslim untuk komitmen kepada ajaran agamanya[6][6].

Selain itu, di dalam artikel-artikelnya Jameelah pendapat Ziya Gokalp (Ahli Sosiologi Turki) yang mengatakan bahwa nasionalisme dan sekularisme sesuai dengan Islam. Ia juga menolak pendapat Sir Sayid Ahmad Khan (tokoh pembaharu di India) yang mementingkan ilmu pengetahuan dan filsafat Eropa abad ke-19. Ia menentang pula presiden Tunisia, Habib Bourguiba (memerintah tahun 1957-1987), yang menyatakan bahwa puasa bulan Ramadhan meruakan penghalang bagi pembangunan ekonomi Tunisia.

Jameelah bersikap kritis terhadap para reformis pra-modern maupun modern. Meskipun begitu, walaupun ia mungkin mengagumi pemimpin-pemimpin dan gerakan-gerakan kebangkitan Islam abad 18 yang menuntut hak untuk mengesampingkan interpretasi Islam tradisional dan kembali langsung ke wahyu, ia telah secara konsisten bersikap kritis terhadap usaha mereka untuk menolak atau mereformasi interpretasi/ajaran atau institusi Islam tradisional.



2. Modernisasi dan Westernisasi
Bagi Maryam Jameelah, masalah modernisasi dan perubahan, suatu pemberhalaan baru, memukul jantung hati Islam: “pemujaan terhadap Allah dan penyerahan diri pada kehendak-Nya melalui ketaatan sepenuh hati pada wahyu Ilahi dengan cepat berganti pada pemujaan baru terhadap hal yang rendah ketika kita semakin menuhankan perubahan, modernisasi, pembangunan dan kemajuan. Maryam percaya bahwa modernnisasi berarti westernisasi dan di dalamnya ada evolusi, relativisme dan sekularisme. Hubungan Islam dengan modernisasi dan pembangunan tidak hanya merupakan masalah intelektual dan teologikal, tetapi bagi orang-orang islam adalah masalah hidup dan mati yang menantang dan mengancam keyakinan islam yang paling dasar.

Bagi Maryam Jameelah, peradaban barat modern terlahir sebagai perpaduan antara ideologi sekuler kristen post-reformasi (sekularisme kristen) dan nasionalisme sempit tradisi Yahudi. Pemahaman dan analisisnya tentang modernisasi berdasar pada persangkaan bahwa kesejarahan kristen dan imperialisme budaya dan politik tidak terpisahkan.
Keburukan modernisasi dan westernisasi dalam hal penjajahan budaya terjadi tidak hanya di dunia Muslim tapi juga di seluruh dunia non-Eropa. Westernisasi Asia, Afrika, dan Amerika latin telah menyebabkan sterilitas intelektual dan identitas budaya yang tidak harmonis. Lain dengan Islam, budaya kontemporer menunjukan tidak adanya nilai-nilai moral dan spiritual yang universal.

Menurut Maryam Jameelah westernisme adalah proses pengambil alihan secara Mutlak apa yang ada di Barat sebagai negara yang maju dan modern ke dalam dunia Islam, baik dari segi filsafat Barat yang bertumpu pada Materialisme, maupun dari segi kebudayaan dan peradaban yang dihasilkan dari filsafatnya tersebut. Lebih jauh lagi, Jameelah memandang bahwa Gerakan Modernis di dunia Islam mengalami kegagalan. Kegagalan itu bukan karena pola pemikiran yang terkenal dalam tradisi pola pemikiran Arab, bukan karena sistem pendidikan (Umat muslim) yang kuno dan juga bukan karena anggapan bahwa dunia Islam belum mendapatkan pengaruh barat dalam jangka waktu cukup lama. Sebabnya justru terletak pada ketidak mungkinan untuk dipadukannya dua cara berikir yang secara diamerik berlawanan (Islam dan Barat). Ketidak cocokan tidak dapat diubah menjadi kecocokan tanpa melenyapkan ketidakjujuran intelektual, pemikiran mendua dan kemunafikan.

Karena itu apapun bentuk modernisasi yang dilakukan di negara - negara Islam pada akhirnya melaju ke muara pemberontakan secara radikal terhadap agama, sehingga memunculkan sebuah proses sekularisasi, karena konsep materialisme Barat bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam pandangan Maryam Jameelah pada intinya modernisasi merupakan proses sekularisasi dan westernisasi, ia menolak pembaharuan seperti itu. Pembaharuan dalam Islam bukanlah pembaharuan dalam pengertian pemberontakan terhadap ajaran agama. Tetapi memperbaharui atau reformasi (menata kembali) cara pandang terhadap agama, cara berpikir dan penghayatan terhadap ajaran agama yang disesuaikan dengan semangat dan perkembangan zaman.

3. Para Minoritas
Meskipun bersikap kritis terhadap Judaisme dan ke Kristenan, Maryam Jameelah secara konsisten menegaskan bahwa orang-orang Kristen dan Yahudi adalah ahli kitab (people of the book) dan maka dari itu menikmati status khusus dalam Islam, dengan keluasan semua minoritas agama berhak hidup aman dan terjamin dalam komunitas keagamaan mereka. Tetapi, status yang diambilnya adalah dari hukum Islam klasik yaitu sebagai orang-orang yang dilindungi (dhimmi). Jadi walaupun mereka bisa melaksanakan ajaran mereka, mendidik anak-anak mereka, dan diatur dalam masalah-masalah keagamaan oleh pemimin-pemimpin agama dan hukum mereka, kelompok minoritas dilarang memegang posisi strategis dalam pemerintahan.

4. Ulama dan Para Cerdik Cendekia
Berbeda dengan banyak reformis yang menumpahkan banyak kesalahan atas kemalangan Islam dan para Muslim di kaki para ulama, Maryam Jameelah adalah salah satu dari pembela ulama yang gigih. Ia menjujung tinggi peran historis mereka sebagai para sarjana Islam dan pembela agama serta menolak kritik-kritik para reformis sekuler maupun Islam. Jameelah menggambarkan ulama tidak hanya sebagai sarjana yang taat yang menyampaikan dan menginterpretasikan hukum Islam tetapi juga menjadi pembela Islam yang sering dengan sabarnya menanggung penganiayaan pemimpin muslim yang tidak beriman.

Menurut Jameelah, kaum intelaktual Muslim lebih baik mencurahkan perhatian mereka untuk menemukan obat bagi penyakit paling akut yang menimpa setiap Negara Muslim—Kurukan modernism. Mereka harus tahu bahwa gerakan Modernis asli kita, yang dengan slogan “Berubah dengan perubahan waktu’’ mengancam merusak setiap langkah keyakinan pada Qur’an dan Sunah, adalah ancaman yang bahkan lebih besar dari pendudukan Zionis atas Palestina.

Tugas utama kaum intelktual Muslim adalah menyangkal rasionalisme dan empirissisme budaya barat pasca pencerahan modern terutama Nabi-nabinya seperti, Darwin, Marx, dan Freud, yang semuanya harus ditolak. Ia menyatakan tantangan yang berani. Sistem pendidikan harus ditransfer dari tantangan para ateis dan materialis ke para guru dan reformis berorientasi Islam yang dididik dalam budaya barat dan Islam. Proses yang harus dipakai adalah penyangkalan dan Islamisasi. Buku-buku sekolah yang dengan cermat menyangkal kekliruan-kekliruan barat dalam filsafat, psikologi, ilmu ekonomi, dan antropologi, dan memberi titik pandang Islam alternative, harus dibuat dalam bahasa-bahasa asli bukannya barat. Standar Islam harus dipkai untuk merefisi atau meng-Islamkan tulisan-tulisan kaum intelektual barat seperti Keynes, Freud, Jung, Adler, Karen, Horney, Margaret Mead, dan Carleton Coon.



5. Perempuan
Masalah perempuan Islam dan peran mereka dalam masyarakat menjadikan mereka contoh utama bagi perhatian dan pembelaan Maryam Jameelah terhadap Islam melawan pengaruh barat dan juga elit muslim. Status dan peran perempuan telah menjadi nilai dan perhatian utama dalam sejarah dan masyarakat Islam. Arti penting ini tercermin dalam hukum keluarga Muslim (perkawinan, perceraian dan warisan) yang menjadi jantung hukum Islam (syari’ah)[7][7].

Pada abad 20 banyak negara muslim memperkenalkan perundang-undangan reformasi yang mempengaruhi perkawinan (perkawinan anak-anak dan poligami), perceraian dan pewarisan. Reformasi ini sering di undang-undangkan atau diperintahkan dari atas oleh elit berorientasi barat. Meskipun disetujui, undang-undang itu sebenarnya tidak sepenuhnya diterima dan dipahami oleh para pemimpin agama yang lebih tradisional dan para pengikut mereka, dan pada tahun-tahun terakhir telah menjadi subyek perdebatan dan pertikaian. Republik Islam Iran mencabut reformasi hukum keluarga modern syah dan di Pakistan pemerintahan yang berturut-turut telah ditekan oleh para pemimpin keagamaan untuk melakukan hal yang sama dengan ordonansi undang-undang keluarga pakistan.

Maryam Jameelah dalam bukunya ‘Islam and the Muslim Women Today’ mengungkapkan bahwa, Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang hampir semuanya memiliki lebih dari satu istri akan dianggap kriminal dalam perundang-undangan modern. Hukum islam yang membenarkan menerima perceraian juga dikecam dengan keras seperti pologami. Izin yang diberikan syariat kepada laki-laki untuk menceraikan istrinya secara diam-diam ditetapkan sebagai bukti inferioritas status perempuan dalam hukum Islam.

Perlakuan Maryam Jameelah terhadap islam dan perempuan selama ini konsisten dan gigih. Mulai tahun 1976 ia membicarakan feminis barat dan juga perempuan islam. Dengan menggabungkannya pada visinya tentang islam klasik dan kebenciannya terhadap reformasi modern sebagai produk dari pelaku westernisasi muslim, Jameelah sekali lagi memerankan dirinnya sebagai pembela ortodoxy. Memang ia sungguh-sungguh memulai membuktikan keunggulan ajaran-ajaran islam tentang poligami perceraian dan purdah (pemisahan jenis kelamin). Dengan menuduh bahwa undang-undang keluarga telah dirusak dibanyak negara muslim, 

Jameelah menyebut reformasi sebagai terbudaknya mental terhadap nilai-nilai peradaban barat. ”Ia menganggap kebiasaan–kebiasaan muslim ini sebagai berakar tanpa pernah berubah pada dan diperintah oleh Quran dan Sunah Nabi. Ia bersikeras bahwa kebencian barat terhadap purdah disebabkan oleh sifat kontradiksi antara islam dan sekularisme barat dan khususnya “tingginya individualisme yang mendominasi masyarakat modern sampai tingkat dimana perzinahan dianggap tidak buruk sama sekali.” Kritik-kritik modern (Barat dan Muslim) yang sama terhadap purdah ditolak dengan cara yang mirip karena menganjurkan reformasi yang berdasar pada “nilai-nilai budaya yang sesat” yang benar-benar mengacaukan peran pria dan perempuan.

Jameelah menolak mereka yang berusaha membebaskan perempuan dengan menghapuskan jilbab atau yang menganjurkan pendidikan campur pria perempuan, pemberian hak suara, kerja di luar rumah, dan partisipasi perempuan di kehidupan publik sebagai penyebar suatu kemodernan, cita-cita Barat yang mengganggap kehormatan dan respek bukan berasal dari dipenuhinya peran tradisional (islam) perempuan sebagai istri atau ibu tetapi berasal dari kemamuan perempuan modern (barat) untuk melakukan dengan berhasil fungsi-fungsi pria dan dalam waktu yang sama mempertontonkan kecantikan fisiknya. 

Ia percaya, pemikiran-pemikiran seperti itu berlawanan dengan Islam dimana peran seorang perempuan bukanlah kotak suara tetapi pemeliharaan rumah tangga dan keluarga, sedangkan para pria adalah aktor-aktor di panggung sejarah, fungsi perempuan adalah untuk menjadi pembantu pria yang tersembunyi dari pandangan umum dibalik layar. ”Jameelah meninjau pengaruh gerakan feminis di Barat dan secara selektif mengutip komentator Barat seperti Max Lerner (“kita hidup dimasyarakat Babilonia”) untuk mendukung kesimpulannya bahwa konsekuensi-konsekuensi sosial gerakan feminis dan idenya yang disebut “emansipasi perempuan” adalah epidemik kejahatan, ingkar hukum dan diturutkannya keinginan terhadap seks haram sebagai akibat dari benar-benar hancurnya keluarga.

Sumbangan Maryam Jameelah pada pemahaman diri muslim menjangkau mulai dari paruh terakhir abad 20 sampai awal milenium baru. Di dunia yang didominasi penerjemah-penerjemah islam pria, ia adalah satu diantara banyak perempuan islam yang menegaskan haknya untuk menginterpretasikan Islam serta mengkritik sarjana-sarjana muslim maupun non-muslim. Ia menjadi suara konservatif yang tulisan-tulisan produktifnya menjangkau banyak isu-isu utama yang dihadapi orang-orang Islam. Jika pembelaannya terhadap tradisi membuatnya banyak mempunyai pengagum, kritik dan penolakannya terhadap reformis Islam dan juga Barat mengurangi pengaruh Jameelah. Sekarang ini dibagian dunia Islam semakin banyak perempuan yang mencari jalan baru pemberdayaan, pendefinisian ulang Islam dan hubungan gender.

Bagi banyak orang, Jameelah mewakili konservatisme sesungguhnya yang berusaha mereka gantikan, yang bagaimanapun adalah suatu orientasi yang masih menikmati dukungan luas dibanyak bagian dunia Islam. Apapun hasil akhirnnya, Maryam Jameelah telah memainkan peran seorang pelopor sebagai intelektual Muslim yang membuat ia benar-benar salah satu dari pemikir Islam kontemporer.




[1][1] “Biografi Maryam Jameelah”, http://en.wikipedia.org/wiki/Maryam_Jameelah, diakses pada tanggal 25 Januari 2015, pukul 19.27
[2][2] Herry Mohammad,”Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20”, Jakarta, GEMA INSANI,       2006, hal.220
[3][3] John L. Esposito, John O. Voll. “Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer”. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk.Jakarta, RajaGrafindo Persada,  2002, hal. 49
[4][4] Bumi Putra,” Sang Mualaf: Biografi Maryam Jameelah karya Deborah Baker”, https://boemipoetra.wordpress.com/2013/08/28/sang-mualaf-biografi-maryam-jameelah-karya-deborah-baker/, di akses pada tanggal 25 Januari 2015, pukul 20.05

[5][5] Ibid, h.224
[6][6] Ahmad Saepuloh, ”Orientalis Maryam Jameelah”, http://saepulohahmat02.blogspot.com/2012/11/orientalis-maryam-jameela.html, diakses pada tanggal 25 Januari, pukul 20.37
[7][7] “Relasi Gender Dalam Agama-Agama”,  http://jendelagender.blogspot.com/2013/12/maryam-jameelah.html, diakses pada tanggal 26 Januari 2015, pukul 20.47
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Categories

Tentang Kami

Sahabat Cakrawala

Recent Posts

Pages

Theme Support